Ekosistem Terumbu Karang (Bagian 1)


Terumbu karang merupakan salah satu kekayaan alam paling menakjubkan di planet ini. Karena tingginya keanekaragaman hayati dan kerumitan hubungan antar makhluk di dalamnya, ekosistem ini kerap disandingkan dengan hutan hujan tropis. Namun jika bicara tentang betapa mudahnya melihat dan berinteraksi langsung dengan kehidupan liar, terumbu karang punya kelebihan tersendiri. Di hutan, butuh kesabaran dan keahlian untuk dapat menyaksikan satwa beraktivitas. Sebaliknya, bahkan snorkeler pemula pun bisa langsung menyaksikan beragam bentuk kehidupan laut yang berwarna-warni meski hanya beberapa meter dari permukaan.

Seperti hutan tropis, terumbu karang sangat bergantung pada cahaya matahari sebagai sumber energi utama. Karena itu, karang hanya tumbuh subur di perairan hangat dan cukup cahaya sepanjang tahun. Umumnya, terumbu berkembang optimal di wilayah antara 30 derajat lintang utara dan selatan. Daerah ini disebut wilayah tropis dimana tempat suhu laut rata-rata tidak kurang dari 20°C. Indonesia, termasuk perairan Lampung, masuk dalam zona ideal ini. Sepanjang Teluk Lampung, Teluk Semaka, hingga perairan timur seperti Way Kambas dan Labuhan Maringgai, suhu laut cenderung stabil antara 26 hingga 30°C. Kondisi ini cukup hangat untuk mendukung pertumbuhan terumbu karang.


Peta laut Lampung dari pantai barat, Teluk Semaka, Teluk Lampung, hingga Pesisir Pantai Timur (Google Earth 2025).

Namun suhu bukan satu-satunya faktor penting. Karang juga sangat bergantung pada kejernihan air karena energi utama mereka berasal dari makhluk kecil mirip tumbuhan yang hidup di dalam jaringan karang. Makhluk ini, yang disebut alga zooxanthellae, menggunakan cahaya untuk membuat makanan lewat proses fotosintesis. Oleh karena itu, pertumbuhan karang menurun di perairan yang keruh, terutama di dekat muara sungai atau daerah dengan aktivitas manusia yang tinggi. Di perairan Lampung, pola ini terlihat jelas: karang yang sehat jarang ditemukan di dekat pantai yang padat penduduk atau dekat muara sungai. Tapi jika kita bergerak sedikit menjauh ke laut yang lebih jernih, tutupan karang biasanya meningkat drastis.

Perbandingan menarik bisa kita amati di gugusan pulau di Teluk Lampung. Pulau Pahawang, yang lokasinya dekat daratan utama dan ramai oleh aktivitas wisata, memiliki kondisi karang yang lebih terfragmentasi karena terganggu oleh sedimentasi, limbah, atau tekanan dari pengunjung. Sebaliknya, Pulau Legundi yang lebih jauh dari daratan Lampung dan relatif minim aktivitas manusia, menunjukkan kondisi perairan yang lebih jernih dan mendukung pertumbuhan karang yang lebih sehat dan beragam.

Secara geologis, terumbu karang adalah sistem yang sangat tua. Fosil menunjukkan bahwa bentuk awalnl terumbu karang sudah muncul lebih dari 400 juta tahun lalu, meski jenis karang yang hidup saat itu sudah punah. Karang modern baru berkembang sekitar 25 juta tahun lalu, dan sistem terumbu yang kita kenal sekarang, dengan strukturnya yang besar dan kompleks, kemungkinan baru terbentuk dalam 5.000 tahun terakhir. Hal ini berkaitan erat dengan naik-turunnya permukaan laut. Sekitar 15.000 tahun yang lalu, laut berada 100–120 meter lebih rendah dari sekarang. Ketika permukaan laut mulai stabil, barulah terumbu karang dapat tumbuh terus-menerus membentuk struktur besar seperti yang kita lihat hari ini.



(Bersambung...)

Comments

Popular posts from this blog

ARC (Acropora Recovery Center) Nursery Program

Kembali ke Laut, Kembali Menulis